Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengatakan, masalah besar akan muncul jika kontrak karya Freeport tidak diperpanjang. Kontrak tersebut akan habis pada 2021.
"Dampaknya sangat besar," kata Maroef saat memberi keterangan di majelis Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Maroef hadir sebagai saksi atas pengusutan kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR seperti yang diadukan Menteri ESDM Sudirman Said.
Hal itu disampaikan Maroef saat ditanya mengenai dampak terhadap Freeport dan masyarakat Papua jika kontrak tersebut tak diperpanjang.
Maroef mengatakan, Freeport bukan hanya soal bisnis, melainkan juga terkait dengan aspek sosial. Kontrak tersebut terkait dengan karyawan berserta keluarganya dan masyarakat Papua.
Ia menambahkan, penghentian operasionalisasi Freeport juga berdampak terhadap lingkungan karena wilayah tambang harus terus dipelihara.
Menurut dia, masalah dari sisi keamanan juga akan muncul. Konflik bisa terjadi jika Freeport hengkang dari Papua.
"Kalau ditinggalkan, wilayah operasional Freeport dari Tembagapura sampai bawah dimiliki tujuh suku besar. Mungkin antarsuku bisa klaim ini milik saya, ini milik saya," kata mantan Wakil Kepala BIN itu.
Ketika ditanya apakah ada dampak politik jika Freeport berhenti beroperasi, Maroef menjawab, hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat bisa terganggu.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan bahwa PT Freeport Indonesia tidak layak mendapatkan perpanjangan kontrak karya jika tak mampu memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Luhut, Freeport belum memenuhi syarat divestasi dan pembangunan smelter yang diminta oleh Pemerintah Indonesia.
Selain harus memenuhi dua syarat itu, Freeport juga masih harus memperbarui pembagian royalti dengan Indonesia dan membangun Papua.
sumber : nasional.kompas.com